Sabtu, 27 April 2013

RATIONAL EMOTIVE THERAPY


Tokoh teori Albert Ellis ahli psikologi  klinis sering mengkhususkan diri dalam bidang konseling perkawinan dan keluarga. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam teori belajar behavioral, kemudian ia mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang disebut rational emotive therapy (RET) atau terapi rasional emotif. Rational emotive therapy dapat diartikan dengan corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan perilaku serta sekaligus menekankan bahwa suatu suatu perubahan yang mendalam. Tujuan rational emotive therapy adalah memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.

A.      Konsep pokok
      Ellis memandang manusia bersifat rasional dan irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu, mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif.
      Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam secala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggungjawab akan semua perilakunya.
      Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi buka dua proses yang terpisah. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intrinsik. 
      Ellis (Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran yang tak rasional yang dapat menimbulkan perilaku neurosis atau psikologis :
1.      Manusia yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap saat
2.   Bahwa seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, edekuat agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat
3.   Bahwa banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patutlah disalahkan dihukum setimpal dengan dosanya.
4.  Bahwa kehidupan mausia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
5.    Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan ekternal dan individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaannya atau untuk menghilangkan perasaan depresi atau yang bertentangan
6.  Bila ada suatu hal yang berbahaya atau menakutkan, maka individu  berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan
7.      Bahwa lebih mudah untuk menjauhi kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri daripada usaha untuk mengadapi dan mengahargainya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri.
8.      Bahwa sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang
9.      Bahwa individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu
10.  Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan diri sendiri
11.  Bahwa individu akan mencapai sesuatu derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
12.  Bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.

B.      Proses Konseling
      Tugas konselor menurut Ellis adalah membantu individu yang tidak bahagian dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa :
1.      Kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran yang tidak logis
2.      Usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan
Konselor yang efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis. Tujuan utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya.

C.      Tujuan Konseling Rasional – Emotif
1.  Memperbaiki dan meruban sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui prilaku kognitif dan afektif yang positif.
2.      Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri.
Secara lebih khusus Ellis (Corey, 1986; 215) menyebutkan bahwa terapi ini akan tercapai pribadi yang ditandai dengan :
a.       Minat kepada diri sendiri
b.      Minat sosial
c.       Pengarahan diri
d.      Toleransi terhadap pihak lain
e.       Fleksibelitas
f.        Menerima ketidakpastian
g.       Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
h.       Berfikir ilmiah
i.         Penerimaan diri
j.        Berani mengambil resiko
k.       “Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.

D. Karakteristik Terapi Rasional-Emotif :
1.      Aktif-direktif
Dalam hubungan konseling lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalah
2.      Kognitif-eksperiensial
Hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional
3.      Emotif-eksperiensial
Hubungan yang dibentuk juga melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.      Behavioristik
Hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri kliennya
5.      Kondisional
Hubungan dalam terapi rasional – emotif dilakukan dengan membuat kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
Gambaran tentang apa yang dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif :
a.  Mengajak klien untuk menanggalkan ide-ide rasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku
b.     Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional
c.      Menunjukkan kepada klien asas ilogis dalam berfikir
d.     Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan irasional  klien
e. Menunjukkan bahwa keyakinan irasional ini adalah kooperative. Menggunakan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien
f.  Menjelaskan kepada klien bagaimana ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau didistribusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya
g.      Mengajarkan bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berfikir.

E      Teknik-teknik terapi
1.      Teknik emotif (afektif)
-  Teknik Assertive Training , yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, medorong dan membiasakan klien untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan
-  Teknik sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan negatif) melalui suasana yang didramatisasikan
-       Teknik self modeling atau diri sebagai model, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
-     Teknik imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus soal model perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
2.      Teknik Behavioristik
-    Teknik reinforcement / penguatan, yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment/ hukuman.
-    Teknik social modeling/ penguatan modeling, yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru kepada klien.
-        Teknik live models/ model dari kehidupan nyata, yang digunakan untuk menggambarkan perilaku tertentu.
3.      Teknik-teknik kognitif
-    Home work assigments/ pemberian tugas rumah , klien diberikan tugas rumah untuk berlatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang diharapkan.
-        Teknik Assertive , teknik yang digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing atau bermain peran.

            RET menunjukkan baik kelebihan maupun kelemahan. Kelebihannya yaitu tekanannya pada peranan tanggapan kognitif terhadap timbulnya reaksi-reaksi perasaan. Kelemahannya ialah kurangnya pengakuan terhadap perasaan dasar sebagai suatu faktor yang sangat dominan dalam kehidupan manusia, yang tidak sebegitu mudah mengalami perubahan. Meski demikian corak konseling sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh konselor sekolah terhadap siswa remaja dan mahasiswa.




DAFTAR PUSTAKA
Corey Gerald, Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama : Bandung, 2007
Drs. Abdul hayat, M.Pd, Teori dan Teknik Pendekatan Konseling, Banjarmasin, lanting media aksara:2010
http://rakhmanhabibi.blogspot.com/2012/12/rational-emotive.html


RUZARIA PUTRI
16510290
3PA05

Senin, 22 April 2013

Analisis Transaksional


 A.    PENGANTAR KONSTRAN
Pendekatan analisis transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
Analisis transaksional berpendapat bahwa dalam kepribadian seseorang terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan. Pendekatan ini juga menekankan fungsi dan pendekatan ego.

B.     PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan melalaui transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari naskah hidup seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.
C.    STRUKTUR KEPRIBADIAN
Analisis transaksional meyakini pada diri individu terdapat unsure-unsur  kepribadian yang terstruktur dan itu  meruakan satu kesatuan yang disebut dengan “ego state”. Adapun unsur kepribadian itu terdiri dari:
1.    Ego state child
Pernyataan ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah: 
a)   Adapted child (kekanak-kanakan)
Unsure ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b)   Natural child (anak yang alamiah)
Natural child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada saat terjadinya transaksi.
c)    Little professor
Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan kebenaran.
2.    Ego state parent
Ciri kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a)     Critical parent
Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b)   Nurturing parent
Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain sebagianya.
3.    Ego state adult
Berorientasi kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.
   Dengan demikian untuk kita ketahui bahwasanya dalam tiap individu ego state yang tiga diatas selalu ada yang berbeda Cuma kadarnya saja. Berapa banyak ego state yang ada dalam individu akan mempengaruhi tingkah lakuorang tersebut.
Berdasarkan keberadaan ego state terdapat tiga komposisi yang ada dalam diri individu adalah:
1.  Ego state normal
Sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Penampilan ego state yang normal ini dapat dilihat dalam suasana yang serius.
2.  Ego state kaku
Ego state yang ditmpilaknnya tidak berbeda tetapi hanya satu saja.
3.  Ego state cair
Tidak ada batasan antara penampilan ego state yang satu dengan yang lain.
D.    MOTIVASI HIDUP
Hansen (dalam Taufik, 2000:101) membagi kebutuhan psikologis manusia menjadi tiga bagian menurut analisis transaksional yaitu:
1.    Kebutuhan akan memperoleh rangsangan
Sentuhan yang diberika bisa bersifat jasmaniah(salaman, tepukan,belaian), rohaniah (perhatian, senyuman, sapaan), positif (pujian, sanjungan)maupun negative(ejekan, cemoohan, hinaan).
Sentuhan akan memberikan warna tersendiri bagi individu, jika sentuhan itu bersifat sistematis maka anak-akan menerima apa adanya. Misalnya anak yang biasa mendengar kata-kata kasar dari orang tua, apabila dia tidak mendengar kata-kata tersebut maka ia akan merasakan keanehan.
2.    Kebutuhan untuk menstruktur waktu
Enam bentuk hubungan yang dipilih seseorang dalam mencari sentuhan;
a)    With drawl
Memutuskan hubungan atau hubungan menarik diri. Individu mencari sentuhan dengan berbicara sendiri, berfantasi.
b)   Ritual
Individu melaukan hubungan social untuk memperoleh sentuhan dengan sedikit modal energy  atau juga melihat sedikit resiko.
c)    Pas time
Individu mencari sentuhan dengn melalukan waktu\membiarkan waktu berlalu tanpa sesuatu yang jelas.
d)   Activity
Melakukan suatu kegiatan dimana dalam kegiatan itu diperoleh sentuhan.
e)    Games
Individu yang berupaya memperoleh sentuhan dengan cara melakukan permainan dengan orang lain.
f)    Intimacy
Individu memperoleh sentuhan dengan melakukan hubungan intim baik dengan individu lain ataupun dengan benda.
3.    Kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup
Analisis transaksional menurut A.Harris dalam Taufik (2009) membagi empat posisi hidup yang sering dipilih oleh seseorang yaitu;
a)    Saya OK kamu OK
Posisi ini ialah posisi yang dipilih oleh seseorang apabila ia merasa beres dan orang lain juga beres. Hubungannya yang terjadi bersifat evolusioner  yaitu berubah secara lambat.
b)        Saya OK kamu tidak OK
Posisi ini dipilih oleh seseorang apabila ia merasa posisinya beres dan posisi orang lain tidak beres. Hubungan ini cendrung untuk merubah pihak kedua dan bersifat revolusioner yaitu perubahan secara cepat.  
c)    Saya tidak OK kamu OK
Orang yang berada dalam posisi ini ialah orang yang merasa dirinya tidak beres dan orang lainlah yang beres. Sifat hubungannya ini devolusioner yaitu berubah secara lambat. Biasanya orang yang memilih posisi ini mempunyai sifat rendah diri.
d)   Saya tidak OK kamu tidak OK
Orang yang berada pada posisi ini merasa dirinya tidak beres dan orang lain pun dirasaka tidak beres. Hubungannya tidak jelas yaitu siapa yang mengubah siapa yang bersifat obvolusioner.
E.     JENIS-JENIS TRANSAKSI
Gerald Corey (dalam Taufik, 2009:108) membagi jenis transaksi menjadi tiga bagian yaitu:
1.         Transaksi sejajar
Individu yang berkomunikasi dengan menggunakan ego state tertentu sehingganya respon yang ditampilakan oleh orang lain sesuai dengan yang diharapkan
2.    Transaksi silang
Penampilan ego state seseorang sehingganya respon yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
3.    Transaksi terselubung
Penampilan ego state seseorang yang dalam komunikasi yang memiliki tujuan terselubung dari maksud pembicaraannya.

F.     PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT
Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1. Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada
2. Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3.    Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu Ok
4.    Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pul cair.
G.      PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG ABNORMAL
Masih dalam buku sumber yang sama cirri kepribadian yang abnormal ialah:
1.  Kecendrungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada unsure tidak Ok
2.    Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal
3.    Ego state yang ditampilkannya terlalu cair
4.    Ego statenya tercemar.
H.      TUJUAN DAN PROSES KONSELING
Adapun tujuan dari konseling ini ialah:
1.    Mendekontaminasikan ego state yang terganggu
2.    Membantu mengunakan ketiga ego state yang terganggu
3.    Membantu menggunakan ego state adult secara optimal
4.    Mendorong berkembangnya life position SOKO dan lifi script baru dan produktif.
Berikut ini akan dibahas hal-hal yang harus diperhatikan konselor dalam melakukan konseling dengan menggunakan analisis transaksional.
1.    Analisis struktur
Menjelaskan kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.
2.    Analisis transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau  belum.
3.    Analisis permainan
Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah kline mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4.    Analisis naskah hidup
Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti posisi hidup yang tidak sehat.
I.       TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Teknik konseling yang digunakan adalah:
1. Permission
Memperbolehkan klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang tuanya
2. Protection
Melindungi klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap peraturan orang tuanya.
3. Potency
Mendorong klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan orang tuanya.
4. Operation
a). Interrogation
Mengkonfrontasikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya berkembang  respon adult dalam dirinya.
b). Specification
Mengkhususkan hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang ego statenya.
c). Confrontation
Menunjukkan  kesenjangan atau ketidak beresan pada diri klien
d). Explanation
Transaksi adult-adult yang terjadi antara konselor dengan klien untuk menejlaskan mengapa hal ini terjadi (konselor mengajar klien)
e). Illustration
Memberikan contoh pengajaran kepada klien agar ego statenya digunakan  secara tepat.  
f).  Confirmation
Mendorong klien untuk bekerja lebih keras lagi.
g). Interpretation
Membantu klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya
h). Crystallization
Menjelaskan kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games untuk mendapatkan stroke yang diperlukannya.
J.      KEKUATAN DAN KELEMAHAN KONSTRAN
Beberapa kekuatan konseling analisis transaksional menurut Muhammad Surya (2003:46) yaitu :
1.  Terminology yang sederhana dapat dipelajari dengan mudah diterapkan dengan segera pada perilaku yang kompleks
2.  Klien diharapkan dan didorong untuk moncoba dalam hubungan di luar ruang konseling untuk mengubah tingkah laku yang salah
3. Perilaku klien disini dan sekarang, merupakan cara untuk membawa perbaikan klien.
4.   Penekanan pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.
Sumber:
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: Jurusan BK FIP UNP
Taufik. 2009. Model-model konseling. Padang: Jurusan BK FIP UNP
Muhammad Surya. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy 
 
Yandri, Hengki. 2012. Konseling analisis transaksional. Diakses pada tanggal 20 April 2013 pada  http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-analisis-transaksional.html

Kamis, 11 April 2013

LOGOTERAPI

Pengertian Logoterapi

Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.
Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
  1. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.
  2. Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
  3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.  Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

Ajaran Logoterapi
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagai berikut.
a.     Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b.    Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
c.  Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d.     Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga  nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

Tujuan Logoterapi

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a.    Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan;
c.  Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

Pandangan Logoterapi terhadap Manusia
a.  Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
b.  Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c.    Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.

Logoterapi sebagai Teori Kepribadian
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran  (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism)

Sumber:
Fauzi,L.S. (2008). Logoterapi: sebuah pendekatan untuk hidup bermakna. Diakses pada tanggal 11 April 2013 pada http://luthfis.wordpress.com/2008/05/11/logoterapi-sebuah-pendekatan-untuk-hidup-bermakna/
Rahardjo, D. (2006). Menjadikan hidup penuh makna. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


Ruzaria Putri
16510290
3PA05
Psikoterapi#